Pernahkah Tuan2 dan Nyonya2 membaca novel roman “Atheis”? Buah karya Achdiat K
Mihardja. Namun ini, memutar memory sy ketika masih di sekolah dulu, sy pernah mendapat tugas dari guru Bahasa Indonesia untuk mengomentari novel ini, jujur waktu itu agak susah untuk faham isi dan konteks dari novel ini. Selain memang waktu itu saya ndak suka
baca, lagipula novel2 seperti ini sangatlah membosankan, alur yang
membingungkan --bagi saya yang tak pintar2 amat ini--, tidak pula bergambar dan serta pula layout-nya yang tidak begitu menarik.
Novel ini rampung ditulis sekitar tahun 1949, dimana ketika
itu dinamika dan perdebatan dan pertentangan ideologi sebuah negara (Indonesia) yg baru saja lahir ini
masih saja hangat diperbincangkan. Kalangan Nasionalis tak kunjung bertemu kata sefaham dengan kalangan Islamis dalam memadang arah negara, pun begitu juga terhadap kaum Komunis yang ketika sedang berdaun muda seperti di musim semi juga menimpali...
Komunisme menggerus benak manusia di negeri2 timur dan di barat, bumi belahan utara dan selatan khatulistiwa. Termasuklah negeri2 yang masyarakat nya masih memegang teguh agama, seperti Indonesia ketika itu.
Komunisme menggerus benak manusia di negeri2 timur dan di barat, bumi belahan utara dan selatan khatulistiwa. Termasuklah negeri2 yang masyarakat nya masih memegang teguh agama, seperti Indonesia ketika itu.
Alkisah... si Hasan yang telah dan baru saja mendalami aliran mistik kebatinan Tarekat, dibuat tak berdaya oleh hujjah kawan2nya yg komunis, Si
Roesli nan bersahaja dan kharismatik, Anwar nan antagonist, dan Kartini
nan cantik jelita. Selanjutnya, oleh temannya itu pemahaman Hasan digiring dg cara
berfikir madilog (Materialism, dialectic, dan logic) oleh kawan2 nya, menghunus di benak Hasan yang sebelumnyasebelumnya seorang Muslim yang taat beribadah, berguru kebatinan tarekat dan sedang semangat pula mau menyebarkan ajaran itu, Om Hasan juga terdidik dg
ilmu agama dari kecil, dari keluarga yg taat pula, sampai selanjutnya si
Hasan mulai malas beribadah, bertentangan dengan orang tuanya sendiri wa akhirul kata, terpengaruh juga....
Tapi agaknya si penulis belum tuntas menjawab
pertanyaan2 yang timbul. Atau bisa jadi mungkin si penulis
juga tidak punya jawabannya sampai saat novel itu baik cetak dan terbit.
Jawaban yang tentunya tidak mengambang dan bias. Jawaban yang tentunya
mampu memuaskan akal dan menentramkan jiwa.
Ya sudahlah… mungkin si penulis sengaja membuat jalan ceritanya seperti itu. Mumbuka jalan pikiran sebebas2nya dan menyerahkan perdebatan di benak para pembacanya.
Tapi saya kok jadi kepikiran; Andai saja hidup sezaman itu
mungkin saya sedikit banyaknya mungkin terpengaruh juga. Karena jawaban yg memuaskan akal dan
menentramkan jiwa atas ideology komunisme yg telah saya fahami sekarang
baru dikeluarkan oleh pengarannya kira2 3 tahun setelah novel ini selesai ditulis, itu
pun masih dalam bahasa aslinya. Bahasa Arab dan baru ada terjemahannya
kira2 dalam 2 dasawarsa ini.
Hmmmm…. andai saja di zaman sekarang masih ada orang2 seperti Om Hasan? Teeeerrrlaaaaluuu...[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar